"TINDAK
PIDANA PENIPUAN"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tindak pidana penipuan
merupakan salah satu kejahatan yang mempunyai objek terhadap harta benda.
Didalam KUHP tindak pidana ini diatur dalam bab XXV dan terbentang antara pasal
378 s/d 395, sehinnga didalam KUHP peraturan mengenai tindak pidana ini
merupakan tindak pidana yang paling panjangpenbahasannya diantar kejahatan
terhadap harta benda lainnya.
Dewasa ini dengan
semakin canggih dan modernnya teknologi, maka berkembang pula modus-modus baru
dalam tindak pidana ini yang belum tercakup dalam KUHP misalnya, penipuan
melalui sms yang mengatas nawmakan operator sesuler, atau penipuan berkedok
kupon berhadiah yang dilakukan oleh produsen produk tertentu.
Bentuk-bentuk penipuan
dengan modus baru tersebut, belum diatur didalam KUHP, sehingga dalam
penyelesaiannya dianalogikan dengan bentuk-bentuk penipuan yang sudah eksis
dalam KUHP. Misalnya penipuan mengenai kupon berhadiah dimasukan dalam pasal
383 KUHP tentang perbuatan curang terhadap pembeli atau UU perlindungan
konsumen.
B. Tujuan Penulisan
Untuk menyelesaikan tugas Ujian Akhir
Semester dalam mata kuliah Hukum Acara Pidana
C. Kegunaan Penulisan
· Untuk memperdalam pengetahuan Tindak Pidana Penipuan
· Untuk menambah khasanah dalam mata kuliah Hukum Pidana Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tindak pidana penipuan
merupakan salah satu tindak pidana atau kejahatan terhadap harta benda. Dalam
arti yang luas tindak pidana ini sering disebut bedrog. Di dalam KUHP, bedrog
diatur dalam bab XXV pasal 378 sampai dengan 395. Dalam rentang pasal-pasal
tersebut, bedrog kemudian berubah menjadi bentuk-bentuk penipuan yang lebih
khusus.[1]
B. Bentuk-Bentuk Penipuan, Unsur, dan Akibat Hukumnya
Adapun secara lebih
detail, bentuk-bentuk penipuan tersebut adalah seperti yang tersaji dalam
pembahasan berikut.
1. Penipuan Pokok
Menurut pasal 378 KUHP penipuan
adalah barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melawan hukum, baik menggunakan nama palsu atau keadaan palsu, maupun
dengan tipu daya, ataupun dengan rangkaian perkataan-perkataan bohong, membujuk
orang supaya menyerahkan barang atau supaya membuat utang atau menghapus
piutang.
Dari pernyataan di atas
dapat disimpulakan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan tetapi
dengan tipu muslihat seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang
tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh.
Unsur-unsur penipuan
pokok tersebut dapat dirumuskan:
a. Unsur-unsur objektif:
1) Perbuatan: menggerakkan atau membujuk;
2) Yang digerakkan: orang
3) Perbuatan tersebut bertujuan agar:
· Orang lain menyerahkan suatu benda;
· Orang lain memberi hutang; dan
· Orang lain menghapuskan piutang.
4) Menggerakkan tersebut dengan memakai:
· Nama palsu;
· Tipu muslihat,
· Martabat palsu; dan
· Rangkaian kebohongan.
· Unsur-unsur subjektif:
- Dengan maksud (met het ogmerk);
-Untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain;
2. Penipuan Ringan
Penipuan ringan telah dirumuskan dalam
pasal 379 KUHP yang berbunyi :
Perbuatan yang
dirumuskan dalam pasal 378 jika benda yang diserahkan itu bukan ternak dan
harga dari benda, hutang atau piutang itu tidak lebih dari Rp. 250,00 dikenai
sebagai penipuan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak Rp. 900,00.
Dalam masyarakat kita
binatang ternak dianggap mempunyai nilai yang lebih khusus, sehingga mempunyai
nilai sosial yang lebih tinggi dari binatang lainnya. Akan tetapi, apabila
nilai binatang ternak tersebut kurang dari Rp. 250, 00,- maka bukan berarti
penipuan ringan.
Adapun yang dimaksud
hewan menurut pasal 101 yaitu:
· Binatang yang berkuku satu: kuda, keledai dan sebagainya.
· Binatang yang memamah biak: sapi, kerbau, kambing, biri-biri dan
sebagainya.
Sedangkan harimau, anjing dan kucing bukan
merupakan hewan yang dimaksud dalam pasal ini.
Unsur-unsur penipuan ringan adalah :
Semua unsur yang merupakan unsure pada
pasal 378 KUHP
Unsur-unsur khusus, yaitu :
a. Benda objek bukan ternak;
b. Nilainya tidak lebih dari Rp. 250, 00-
Selain penipuan ringan
yang terdapat menurut pasal 379 di atas, juga terdapat pada pasal 384 dengan
dinamakan (bedrog) penipuan ringan tentang perbuatan curang oleh seorang
penjual terhadap pembeli adalah dengan rumusan:
Perbuatan yang
dirumuskan dalam pasal 383 dikenai pidana paling lama 3 bulan dan denda paling
banyak Rp. 900,00- jika jumlah keuntungan tidak lebih dari Rp. 250.00.
3. Penipuan dalam Jual Beli
Penipuan dalam hal jual
beli digolongkan menjadi 2 bentuk, yaitu; penipuan yang dilakukan oleh pembeli
yang diatur dalam pasal 379a dan kejahatan yang dilakukan oleh penjual yang
diatur dalam pasal 383 dan 386.
a. Penipuan yang dilakukan oleh pembeli
Menurut pasal 379a yang
berbunyi : Barang siapa menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan
untuk membeli benda-benda, dengan maksud supaya dengan tanpa pembayaran
seluruhnya, memastikan kekuasaanya terhadap benda-benda itu, untuk diri sendiri
maupun orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Dalam bahasa asing
kejahatan ini dinamakan flessentrekkerij. Dan baru dimuat dalam KUHP pada tahun
1930. Kejahatan ini biasanya banyak terjadi di kota-kota besar, yaitu orang
yang biasanya membeli secara bon barang-barang untuk dirinya sendiri atau orang
lain dengan maksud sengaja tidak akan membayar lunas. Model yang dilakukan
biasanya dengan mencicil atau kredit. Dengan barang yang sudah diserahkan
apabila pembeli tidak membayarnya lunas, sehingga merugikan penjual. Dalam
hukum perdata hal ini disebut wan prestasi. Akan tetapi, apabila sudah
dijadikan mata pencaharian atau kebiasaan seperti maksud semula tidak ingin
membayar lunas, maka disebut tindak pidana.
Unsur-unsur kejahatan
pembeli menurut pasal 379a yaitu :
Unsur-unsur objektif :
1) Perbuatan membeli;
2) Benda-benda yang dibeli;
3) Dijadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan.
Unsur-unsur Subjektif:
1) Dengan maksud menguasai benda tersebut untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain;
2) Tidak membayar lunas harganya.
Agar pembeli tersebut
bisa menjadikan barang-barang tersebut sebagai mata pencaharian maka setidaknya
harus terdiri dari dua perbuatan dan tidaklah cukup apabila terdiri dari satu
perbuatan saja. Akan tetapi, hal ini tidak muthlak harus terdiri dari dari
beberapa perbuatan.
3) Penipuan yang dilakukan oleh penjual.
Adapun bunyi pasal 383 adalah :
Diancam dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli :
· Karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli;
· Mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan, dengan
menggunakan tipu muslihat
Yang
dimaksud dari menyerahkan barang lain daripada yang disetujui misalnya;
seseorang membeli sebuah kambing sesuai dengan kesepakatan. Akan tetapi,
penjual mengirimkan kambing tersebut dengan kambing yang lebih jelek. Sedangkan
yang dimaksud dari pasal 383 (2) yaitu: melakukan tipu muslihat mengenai jenis
benda, keadaan benda atau jumlah benda. Dan apabila keuntungan yang diperoleh
oleh penjual tidak lebih dari Rp. 250,00. Maka penipuan tersebut masuk pada
penipuan ringan.
4. Penipuan yang dilakukan oleh penjual kedua.
Hal ini disebutkan dalam pasal 386 yang
merumuskan sebagai berikut :
a. Barang siapa menjual, menyerahkan, atau menawarkan barang makanan, minuman
atau obat-obatan, yang diketahui bahwa itu dipalsu, dan menyembunyikan hal itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
b. Bahan makanan, minuman atau obat-obatan itu palsu, jika nilainya atau
faidahnya menjadi kurang karena sudah dicampur dengan bahan lain.
Adapun
yang ditekankan dalam pasal ini adalah apabila setelah dicampurnya barang
makanan, minuman, atau obat-obatan tersebut berkurang nilai atau faidahnya,
atau bahkan nilai atau faidah barang tersebut hilang sama sekali, maka kasus
ini termasuk dalam kasus pidana dan termasuk pemalsuan barang. Oleh karena itu,
tidak menjadi kasus pidana apabila setelah dicampur tidak berkurang atau hilang
nilai dan faidahnya, maka tidak melanggar pasal ini.
Unsur-unsur dari kejahatan penipuan ini
adalah :
a. Unsur-unsur objektif:
· Perbuatan: menjual, menawarkan, dan menyerahkan.
· Objeknya : benda makanan, benda minuman dan benda obat-obatan
· Benda-benda itu dipalsu.
· Menyembunyikan tentang palsunya benda-benda itu.
b. Unsur-unsur subjektif:
Penjual yang
mencampur tersebut mengetahui bahwa benda-benda itu dipalsunya. Dalam hal ini
penjual tidak dikenai hukuman apabila ia mengutarakan bahwa benda yang
dipalsukan tersebut diberitahukan terhadap pembeli dan pembeli membeli barang
tersebut berdasarkan kemauannya.
Adapun perbedaan antara pasal 383 dan 386
adalah :
1) Kejahatan dalam pasal 386 adalah khusus hanya mengenai barang berupa: bahan
makanan dan minuman atau obat-obatan, sedang dalam pasal 383 mengenai semua
barang.
2) Pasal 386 mengatakan tentang “menjual, menawarkan atau menyerahkan” barang
(belum sampai menyerahkan barang itu sudah dapat dihukum), sedangkan pasal 383
mengatakan “menyerahkan”, (supaya dapat dihukum barang itu harus sudah
diserahkan).
Selain
itu, juga melanggar pasal 8 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen yang salah satu poinnya berbunyi: “Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. Pelaku
usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat
atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara lengkap
dan benar.”
Juga
melanggar pasal 11 Undang-Undang yang sama, yang berbunyi: “Pelaku usaha dalam
hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang
mengelabui/menyesatkan konsumen dengan : menyatakan barang dan/atau jasa
tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu; menyatakan barang
dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi; tidak
berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual
barang lain; tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah
yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain; tidak menyediakan jasa dalam
kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang
lain; menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
5. Penipuan dalam Karya Ilmiah dan Lain-Lain
Tindak
pidana membubuhkan nama atau tanda palsu pada karya-karya di bidang sastra, di
bidang ilmu pengetahuan dan di bidang seni telah diatur dalam pasal 380 KUHP,
yang menyatakan :
a. Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling
banyak lima ribu rupiah: (1) barang siapa menaruh nama atau tanda secara palsu
di atas atau di dalam sebuah kesusastraan, keilmuan, kesenian, atau memalsukan
nama atau tanda yang asli dengan maksud untuk menimbulkan kesan bahwa karya
tersebut berasal dari orang yang nama atau tandanya ditaruh di atas atau di
dalam karya tersebut, (2) barang siapa dengan sengaja menjual, menawarkan,
menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual atau memasukkan ke Indonesia
karya-karya sastra, ilmiah, seni atau kerajinan yang di dalam atau di atasnya
dibubuhi nama atau tanda palsu, atau yang nama atau tandanya yang asli telah
dipalsu seakan-akan itu benar-benar buah hasil orang yang nama atau tandanya
telah ditaruh secara palsu tadi.
b. Jika karya tersebut kepunyaan terpidana, hakim dapat menyatakan karya itu
disita untuk kepentingan Negara.
Tidak
pidana yang diatur dalam pasal 380 ayat (1) angka 1 KUHP itu mempunyai
unsur-unsur sebagai berikut :
· Unsur Subyektif: dengan maksud untuk menimbulkan kesan seolah-olah karya
tersebut berasal dari orang, yang nama atau tandanya telah ia bubuhkan pada
atau di dalam karya tersebut.
· Unsur Obyektif: (1) barang siapa (2) membubuhkan secara palsu suatu nama
atau tanda (3) memalsukan nama yang sebenarnya atau tanda yang asli (4) pada
suatu karya sastra, ilmiah, seni atau kerajianan.
Selain
itu, juga melanggar ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta,
yang berbunyi: “Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program
Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua
hasil karya tulis lain; ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis
dengan itu; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama atau drama musikal, tari,
koreografi, pewayangan, dan pantomim; seni rupa dalam segala bentuk seperti
seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase,
dan seni terapan; arsitektur; peta; seni batik; fotografi; sinematografi;
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan”.
6. Penipuan dalam Asuransi
Penipuan
dalam Asuransi dibahas dalam dua pasal, yaitu pasal 381 dan 382 KUHP. Yang
pertama dalam pasal 381 KUHP merumuskan sebagai berikut :
Barang
siapa dengan jalan tipu muslihat menyesatkan penanggung asuransi mengenai
keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan, sehingga disetujui perjanjian,
hal mana tentu tidak akan disetujuinya atau setidak-tidaknya tidak dengan syarat-syarat
yang demikian, jika diketahuinya keadaan-keadaan sebenarnya diancam dengan
pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan.
Rumusan kejahatan tersebut terdiri dari
unsur-unsur sebagai berikut :
a. perbuatan menyesatkan, adalah perbuatan yang ditujukan pada orang, dalam
hal ini penanggung dari perbuatan mana menimbulkan pesan atau gambaran yang
lain dari keadaan yang sebenaranya.
b. caranya dengan tipu muslihat,
c. pada penggung asuransi,
d. mengenai keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan itu,
e. sehingga menyetujui perjanjian,
f. perjanjian mana : (a) tidak akan dibuat, dan atau (b) setidak-tidaknya
tidak dengan syarat yang demikian, apabila keadaan yang sebenarnya diketahui.
Adapun yang kedua tentang penipuan ini
diatur dalam pasal 382, yang menyatakan :
Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atas kerugian menanggung asuransi atau pemegang surat bodemerij
yang sah, menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu benda yang
dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran; atau mengaramkan, mendamparkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membikin tidak dapat dipakai, kapal yang
diprtanggungkan, atau yang muatannya, maupun upah yang diterima unsur
pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan, atau yang atasnya telah diterima
uang bodemerij diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Unsur-unsur dari pasal 382 adalah sebagai
berikuit :
a. Unsur obyektif:
· Perbuatan: (a) menimbulkan kebakaran (b) ledakan (c) mengaramkan (d)
mendamparkan (e) menghancurkan (f) merusakkan (membikin tidak dapat dipakai)
· Menimbulkan kerugian pagi penanggung atau pemegang surat bodemerij
· Obyeknya: (a) benda yang dipertanggngkan terhadap bahaya kebakaran (b)
kapal yang dipertanggungkan, kapal yang muatannya dipertanggungkan, kapal yang
upah untuk pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan.
· Kapal-kapal tersebut yang atasnya telah diterima uang bodemerij
b. Unsur subyektif:
· maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
C. Hukum Pidana Penipuan
Penipuan
itu terdapat unsur – unsur objektif yang meliputi perbuatan (menggerakkan),
yang digerakkan (orang), perbuatan itu ditujukan pada orang lain (menyerahkan
benda, memberi hutang, dan menghapus piutang), dan cara melakukan
perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat,
memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Unsur – unsur
subjektif yang meliputi maksud untung menguntungkan diri sendiri atau orang
lain dan maksud melawan hukum.
Pasal – pasal penipuan antara lain :
1. Pasal 378
Perbuatan :
a. Melakukan akal dan tipu muslihat atau perkataan-perkataan bohong atau
membujuk orang lain atau perbuatan curang.
b. Memakai nama palsu atau keadaan palsu.
c. Menggerakkan orang untuk memberikan suatu barang atau memberi hutang atau
menghapus piutang.
d. Melakukan akal dan tipu muslihat atau perkataan-perkataan bohong atau
membujuk orang lain atau perbuatan curang menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum.
Hukuman :
Hukuman penjara selama-lamanya 4 tahun.
2. Pasal 379
Perbuatan :
a. Melakukan akal dan tipu muslihat atau perkataan-perkataan bohong atau
membujuk orang lain atau perbuatan curang.
b. Memakai nama palsu atau keadaan palsu.
c. Menggerakkan orang untuk memberikan suatu barang atau memberi hutang atau
menghapus piutang.
d. Melakukan akal dan tipu muslihat atau perkataan-perkataan bohong atau
membujuk orang lain atau perbuatan curang menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum.
e. Harga barang, utang atau piutang tidak lebih dari Rp. 25,-
Hukuman :
Hukuman penjara
selama-lamanya 3 bulan.
3. Pasal 379a
Perbuatan :
a. Melakukan akal dan tipu muslihat atau perkataan-perkataan bohong atau
membujuk orang lain atau perbuatan curang.
b. Membeli barang-barang untuk diri sendiri atau orang lain.
c. Sebagai mata pencaharian atau kebiasaan membeli barang-barang.
d. Membeli barang itu dengan maksud supaya tanpa pembayaran seluruhnya.
Hukuman :
Hukuman penjara selama-lamanya 4 tahun.
Hukum penipuan dalam Islam
Siapa yang Menipu, Bukan dari Golongan
Kami
Islam
mengharamkan seluruh macam penipuan, baik dalam masalah jual-beli, maupun dalam
seluruh macam mu'amalah.
Seorang
muslim dituntut untuk berlaku jujur dalam seluruh urusannya, Sebab keikhlasan
dalam beragama, nilainya lebih tinggi daripada seluruh usaha duniawi.
Rasulullah
s.a.w. pernah bersabda : "Dua orang yang sedang melakukan jual-beli
dibolehkan tawar-menawar selama belum berpisah; jika mereka itu berlaku jujur
dan menjelaskan (ciri dagangannya), maka mereka akan diberi barakah dalam
perdagangannya itu; tetapi jika mereka berdusta dan menyembunyikan (ciri
dagangannya), barakah dagangannya itu akan dihapus." (Riwayat Bukhari)
Dan
beliau bersabda pula : "Tidak halal seseorang menjual suatu perdagangan,
melainkan dia harus menjelaskan ciri perdagangannya itu; dan tidak halal
seseorang yang mengetahuinya, melainkan dia harus menjelaskannya."
(Riwayat Hakim dan Baihaqi)
Pada
suatu hari Rasulullah s.a.w. pernah melalui seorang laki-laki yang sedang
menjual makanan (biji-bijian). Beliau sangat mengaguminya, kemudian memasukkan
tangannya ke dalam tempat makanan itu, maka dilihatnya makanan itu tampak
basah, maka bertanyalah beliau: Apa yang diperbuat oleh yang mempunyai makanan
ini? Ia menjawab: Kena hujan. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda :
"Mengapa tidak kamu letakkan yang basah itu di atas, supaya orang lain
mengetahuinya?! Sebab barangsiapa menipu kami, bukanlah dari golongan
kami." (Riwayat Muslim)
Dalam
salah satu riwayat dikatakan : "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah
melalui suatu (tumpukan) makanan yang oleh pemiliknya dipujinya, kemudian Nabi
meletakkan tangannya pada makanan tersebut, tetapi tiba-tiba makanan tersebut
sangat jelek, lantas Nabi bersabda: 'Juallah makanan ini menurut harga yang
pantas dan ini menurut harga yang pantas; sebab barangsiapa menipu kami,
bukanlah dari golongan kami." (Riwayat Ahmad)
Begitulah
yang dikerjakan oleh orang-orang Islam zaman dahulu, dimana mereka itu
menjelaskan cacat barang dagangannya dan samasekali tidak pernah
merahasiakannya. Mereka selalu berbuat jujur dan tidak berdusta, ikhlas dan
tidak menipu.
Ibnu
Sirin pernah menjual seekor kambing, kemudian dia berkata kepada si pembelinya:
'Saya akan menjelaskan kepadamu tentang ciri kambingku ini, yaitu kakinya
cacat.
Begitu
juga al-Hassan bin Shaleh pernah menjual seorang hamba perempuan (jariyah),
kemudian ia berkata kepada si pembelinya: "Dia pernah mengeluarkan darah
dari hidungnya satu kali."
Walaupun
hanya sekali, tetapi 'jiwa seorang mu'min merasa tidak enak kalau tidak
menyebutkan cacatnya itu, sekalipun berakibat menurunnya harga.
Banyak Sumpah
Lebih
keras lagi haramnya, jika tipuannya itu diperkuat dengan sumpah palsu. Oleh
karena itu Rasulullah melarang keras para saudagar banyak bersumpah, khususnya
sumpah palsu.
Rasulullah
s.a.w. bersabda : "Sumpah itu menguntungkan perdagangan, tetapi dapat
menghapuskan barakah." (Riwayat Bukhari)
Beliau sangat membenci banyak sumpah dalam
perdagangan, karena:
· Memungkinkan terjadinya suatu penipuan.
· Menyebabkan hilangnya perasaan membesarkan asma' Allah dari hatinya.
Mengurangi Takaran dan
Timbangan
Salah
satu macam penipuan ialah mengurangi takaran dan timbangan. Al-Quran menganggap
penting persoalan ini sebagai salah satu bagian dari mu'amalah, dan dijadikan
sebagai salah satu dari sepuluh wasiatnya di akhir surat al-An'am, yaitu :
"Penuhilah
takaran dan timbangan dengan jujur, karena Kami tidak memberi beban kepada
seseorang melainkan menurut kemampuannya" (al-An'am: 152) "Penuhilah
takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan jujur dan lurus, yang
demikian itu lebih baik dan sebaik-baik kesudahan. (al-Isra': 35)
"Celakalah orang-orang yang mengurangi, apabila mereka itu menakar
kepunyaan orang lain (membeli) mereka memenuhinya, tetapi jika mereka itu
menakarkan orang lain (menjual) atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi. Apakah mereka itu tidak yakin, bahwa kelak mereka akan dibangkitkan
dari kubur pada suatu hari yang sangat besar, yaitu suatu hari di mana manusia
akan berdiri menghadap kepada Tuhan seru sekalian alam?!" (al-Muthafifin:
1-6)
Riba adalah Haram
Islam
membenarkan pengembangan uang dengan jalan perdagangan. Seperti firman Allah :
"Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu makan harta kamu di antara kamu
dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan dengan adanya saling
kerelaan dari antara kamu" (an-Nisa': 29)
Islam
sangat memuji orang yang berjalan di permukaan bumi untuk berdagang. Firman
Allah : "Sedang yang lain berjalan di permukaan bumi untuk mencari
anugerah Allah." (al-Muzammil: 20) Akan tetapi Islam menutup pintu bagi
siapa yang berusaha akan mengembangkan uangnya itu dengan jalan riba. Maka
diharamkannyalah riba itu sedikit maupun banyak, dan mencela orang-orang Yahudi
yang menjalankan riba padahal mereka telah dilarangnya.
Di
antara ayat-ayat yang paling akhir diturunkan ialah firman Allah dalam surat
al-Baqarah : "Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepada Allah, dan
tinggalkanlah apa yang tertinggal daripada riba jika kamu benar-benar beriman.
Apabila kamu tidak mau berbuat demikian, maka terimalah peperangan dari Allah
dan Rasul-Nya, dan jika kamu sudah bertobat, maka bagi kamu adalah pokok-pokok
hartamu, kamu tidak boleh berbuat zalim juga tidak mau dizalimi."
(al-Baqarah: 278-279)
Allah
telah memproklamirkan perang untuk memberantas riba dan orang-orang yang
meribakan harta serta menerangkan betapa bahayanya dalam masyarakat,
sebagaimana yang diterangkan oleh Nabi : "Apabila riba dan zina sudah
merata di suatu daerah, maka mereka telah menghalalkan dirinya untuk mendapat
siksaan Allah" (Riwayat Hakim; dan yang seperti itu diriwayatkan juga oleh
Abu Ya'la dengan sanad yang baik)[3]
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah
diatas maka penulis dapat menyimpulkan : Tindak pidana penipuan merupakan salah
satu tindak pidana atau kejahatan terhadap harta benda. Dalam arti yang luas
tindak pidana ini sering disebut bedrog. Di dalam KUHP, bedrog diatur dalam bab
XXV pasal 378 sampai dengan 395. Dalam rentang pasal-pasal tersebut, bedrog
kemudian berubah menjadi bentuk-bentuk penipuan yang lebih khusus.
Adapun secara lebih
detail, bentuk-bentuk penipuan tersebut adalah seperti yang tersaji dalam pembahasan
berikut.
1. Penipuan Pokok
2. Penipuan Ringan
3. Penipuan dalam Jual Beli
4. Penipuan dalam Karya Ilmiah dan Lain-Lain
5. Penipuan dalam Asuransi
6. Penipuan Persaingan Curang
Penipuan itu terdapat
unsur–unsur objektif yang meliputi perbuatan (menggerakkan), yang digerakkan
(orang), perbuatan itu ditujukan pada orang lain (menyerahkan benda, memberi
hutang, dan menghapus piutang), dan cara melakukan perbuatan
menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat, memakai martabat
palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Unsur – unsur subjektif yang meliputi
maksud untung menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan maksud melawan
hokum.
DAFTAR PUSTAKA
Tongat, Hukum Pidana Materiil, Malang: UMM
Press, 2003
Wirjono prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana
Tertentu Di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar