BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perceraian merupakan suatu proses dimana sebelumnya
pasangan tersebut sudah (pasti) berusaha untuk mempertahankannya namun mungkin
jalan terbaiknya adalah suatu "perceraian". Perlu diketahui bahwa
proses perceraian di Indonesia hanyadapat
dilakukan di Pengadilan Agama (khusus untuk beragama Islam) atau di Pengadilan
Negeri (khusus untuk yang non-Islam). Pengadilan Agama untuk yang beragama
Islam dan Pengadilan Negeri untuk yang beragama non-Muslim. Indonesia merupakan negara yang masih menjunjung tinggi adat
ketimuran, dimana pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang sakral. Namun
demikian, angka perceraian kerap melonjak tinggi di beberapa Pengadilan Agama di Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
Apa yang dimaksud dengan perceraian?
Menganalisis putusan perceraian
1.3 Tujuan
Adapun tujuan kami membuat makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi tugas mata kuliah
hukum keluarga
2. Mengetahui apa itu perceraian
3. Mengetahui faktor faktor apa saja yang
menyebabkan perceraian
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini
bagipenulis adalah, kami dapat
mengetahui tentang perceraian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Perceraian
2.1 Pengertian Cerai Atau Talak
Talak diambil dari kata itlak, artinya melepaskan, atau meninggalkan. Dalam istilah
agama, talak adalah melepaskan ikatan perkawinan, atau rusaknya hubungan
pernikahan.
Mengutip pendapat yang dikemukan
Abdurrahman al-jaziri bahwa makna talak secara bahasa adalah melepaskan ikatan
atau mengurangi pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata tertentu.
Sedangakan secara istilah al-jaziri mengatakan :
ازالة النّكاح رفع العقد بحيث لا تحلّ
له الزّوجة بعد ذلك.
Sedangakan Sayyid Sabiq
mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan
selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri. Dari definisi diatas
jelaslah bahwa telak merupakan sebuah lembagai yang digunakan untuk melepaskan
sebuah ikatan perkawinan. Disamping itu lembaga talak dalam Islam juga menunjukan
bahwa konsep perkawinan dalam Islam bukanlah sebuah sakramen seperti yang
terdapat dalam agama Hindu dan Budha, yakni sebuah perkawinan tidak bisa
diputuskan. Talak dalam Islam merupakan alternatif terakhir sebagai upaya
solutif terhadap persolan rumah tangga sehingga keberadaannya tidak lepas dari
persoalan-persolan yang melatar belakanginya. Seperti percekcokan yang terjadi
terus menerus, adanya nusyuz baiak yang dilakukan oleh isteri maupun suami
Adapun beberapa unsur atau rukun yang harus dipenuhi dalam talak sebagaimana
dikemukan Abdurrahman al Jaziri diantaranya, adanya suami dan isteri, adanya
sighat talak, dan adanya niat atau maksud untuk menceraikannya.
2.2
jenis-jenis perceraian
Perceraian berdasarkan jenisnya
dibedakan menjadi 2, yaitu :
- Cerai hidup
Perceraian adalah berpisahnya
pasangan suami istri atau berakhirnya suatu ikatan perkawinan yang diakui oleh
hukum atau legal. Emery (1999) mendefinisikan perceraian hidup adalah
berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya perkawinan krena tidak
tercapainya kata kesepakatan mengenai masalah hidup. Perceraian dilakukan
karena tidak ada lagi jalan lain yang ditempuh untuk menyelamatkan perkawinan
mereka.
- Cerai mati
Cerai mati merupakan meninggalnya
salah satu dari pasangan hidup dan sebagai pihak yang ditinggal harus sendiri
dalam menjalani kehidupannya (Emery, 1999). Salah satu pengalaman hidup yang
paling menyakitkan yang mungkin dihadapi oleh seseorang adalah meninggalnya
pasangan hidup yang dicintai.
Benaim (dalam Ulfasari, 2006)
mengatakan bahwa meninggalnya pasangan hidup bagi seorang wanita akan terasa
lebih menyakitkan dibanding laki-laki, karena itu seorang laki-laki yang
ditinggal mati pasangan hidupnya cenderung lebih cepat dapat melupakan atau
menyelesaikan masalah tersebut dan memilih untuk menikah kembali. Sebaliknya
bagi para wanita yang ditinggal mati suaminya biasanya akan memiliki masalah
yang lebih kompleks.
2.3
faktor Penyebab Perceraian
·
Kesetian
dan Kepercayaan
Didalam hal ini yang sering kali menjadi pasangan rumah tangga bercerai,
dalam hal ini baik pria ataupun wanita sering kali mengabaikan peranan
kesetiaan dan kepercayaan yang diberikan pada tiap pasangan, hingga timbul
sebuah perselingkuhan.
·
Seks
Didalam melakukan hubungan seks dengan pasangan kerap kali pasangan
mengalami tidak puas dalam bersetubuh dengan pasangannya, sehingga menimbulkan
kejenuhan tiap melakukan hal tersebut, dan tentunya anda harus mensiasati
bagaimana pasangan anda mendapatkan kepuasan setiap melakukan hubungan seks.
·
Ekonomi
Tingkat kebutuhan ekonomi di jaman sekarang ini memaksa kedua pasangan
harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga seringkali
perbedaan dalam pendapatan atau gaji membuat tiap pasangan berselisih, terlebih
apabila sang suami yang tidak memiliki pekerjaan.
·
Pernikahan
Tidak Dilandasi rasa Cinta
Untuk kasus yang satu ini biasanya terjadi karna faktor tuntutan orang tua
yang mengharuskan anaknya menikah dengan pasangan yang sudah ditentukan,
sehingga setelah menjalani bahtera rumah tangga sering kali pasangan tersebut
tidak mengalami kecocokan.
2.4
alasan Perceraian Menurut Undang-Undang
Mengenai alasan
perceraian, UU perkawinan hanya mengaturnya secara umum yaitu bahwa untuk
melakukan perceraian harus cukup ada alasan bahwa antara suami istri itu tidak
akan dapat hidup rukun sebagai suami istri (pasal 34 ayat 2 UU perkawinan). Di
dalam PP No.9 tahun 1975 pasal 14 dinyataka hal-hal yang menyebabkan terjadinya
karena alasan-alasan sebagai berikut :
a) Salah satu pihak
berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang
sulit disembuhkan.
b) Salah satu pihak
meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-berturut tanpa izin pihak lain
dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c) Salah satu pihak
mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung.
d) Salah satu pihak
melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
e) Salah satu pihak
mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami istri.
f) Antara suami istri
terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun
lagi dalam rumah tangga.
Dilihat dari pasal 116, ada tambahan
dua sebab perceraian dibanding dengan pasal 14 PP 9 tahun 1975 yaitu suami
melanggar taklik talak dan murtad. Tambahan ini relative penting karena
sebelumnya tidak ada.
Alasan-alasan perceraian diatas secara
limitatif ( terbatas pada apa yang disebutkan UU saja ) dan disamping itu harus
ada alasan seperti yang disebutkan dalam pasal 39 ayat 2 UUP, maka jelas kepada
kita bahwa UU sangat mempersulit terjadinya perceraian. Apalagi prosedur
perceraian itu, haruslah melalui pengadilan yang berwenang dan sebelum hakim
memutuskan perkara perceraian itu dia terlebih dahulu mengadakan perbagai usaha
perdamaian diantara suami istri itu, baik dilakukan sendiri maupun bantuan
pihak lain.
Dengan ketentuan tersebut diatas,
maka perceraian tidak dapat lagi dilakukan sewenang-wenang oleh salah satu
pihak suami-istri dan apabila mereka akan bercerai terlebih dahulu harus diuji
dan diperiksa, apakah perceraian tersebut dapat dibenarkan oleh UU atau tidak.
Ketentuan ini merupakan sebagian dari
tuntutan kaum wanita Indonesia, yang melihat praktek-praktek perceraian sebelum
adanya UU perkawinan. Sedangkan dalam penentuan dalam proses perceraian ini
adalah wewenang dari instansi peradilan. Oleh karena itu, diharapkan agar hakim
dapat memikul tanggung jawab yang besar dengan kesadaran tinggi akan jiwa dan
tujuan yang diatur dalam UU perkawinan serta harapan masyarakat pada umumnya.
BAB III
ANALISIS PUTUSAN PERCERAIAN
3.1
Landasan Teori
Perkawinan
harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan
perkawinan dalam Islam yakni terwujudnya keluarga sejahtera. Namun sering kali
apa yang menjadi tujuan perkawinan kandas di perjalanan dan harus putus di
tengah jalan. Sebenarnya putusnya perkawinan merupakan hal yang wajar, karena
makna dasar sebuah akad nikah adalah ikatan atau dapat juga dikatakan
perkawinan pada dasarnya adalah kontrak, yang konsekuensinya dapat lepas yang
kemudian dapat disebut talak.
Perspektif Fikih
Menurut
istilah talak adalah melepaskan ikatan (hall al-qaid) atau bisa juga
disebut pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata yang telah ditentukan.
Dalam kitab Kifarat al-Akhyar yang menjelaskan talak sebagai
sebuah nama untuk melepaskan ikatan nikah dan talak adalah lafaz Jahiliyyah
yang setelah Islam datang menetapkan lafaz itu sebagai kata untuk melepaskan
nikah.
Ikatan
perkawinan dapat putus dan tata caranya telah diatur baik dalam fikih maupun
dalam UUP. Walaupun perkawinan merupakan sebuah ikatan suci namun tidak boleh
dipandang mutlak atau tidak boleh dianggap tidak dapat putus.
Hadits
Nabi yang popular berkenaan dengan talak adalah “Inna abghad al-mubahat
‘inda Allah al-talak” sesungguhnya perbuatan mubah tapi dibenci Allah
adalah talak. Dengan memahami hadits tersebut, sebenarnya Islam mendorong
terwujudnya perkawinan yang bahagia dan kekal dan menghindarkan terjadinya
perceraian. Yang pada prinsipnya Islam tidak memberi peluang untuk terjadinya
perceraian kecuali ada hal-hal yang darurat.
Setidaknya
ada 4 kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat
memicu terjadinya perceraian, yaitu:
1.Terjadinya nusyuz dari
pihak istri, yaitu kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya.
Berangkat dari sutar an-Nisaa’ ayat 34 memberikan opsi sebagai berikut:
· Istri diberi nasihat dengan cara
yang ma’ruf agar ia segera sadar terhadap kekeliruan yang diperbuatnya.
· Pisah ranjang, sebagai hukuman
psikologis bagi istri dan dalam kesendiriannya tersebut ia dapat melakukan
koreksi diri terhadap kekeliruannya.
· Memberi hukuman fisik dengan cara
memukulnya, tidak boleh memukul bagian yang membahayakan si istri.
2. Nusyuz suami
terhadap istri terjadi ketika suami melalaikan kewajibannya terhadap istri,
baik lahir maupun batin. Berkenaan dengan tugas suami berangkat dari hadits
Rasulullah SAW yang intinya adalah suami harus memperlakukan istrinya dengan
cara yang baik dan dilarang menyakiti istrinya baik lahir maupun batin, fisik
dan mental. Jika suami melalaikan kewajibannya dan istrinya berulang kali
mengingatkannya namun tetap tidak ada perubahan, maka al-Qur’an seperti yang
terdapat dalam surat an-Nisaa’ ayat 128 menganjurkan perdamaian di mana istri
diminta untuk lebih sabar menghadapi suaminya dan merelakan hak-haknya
dikurangi untuk sementara waktu, yang bertujuan agar perceraian tidak terjadi.
3. Terjadinya syiqaq (percekcokan).
Alasan ini merupakan alasan yang sering menyebabkan terjadinya perceraian.
Dalam UU No.7 Tahun 1989 dinyatakan bahwa syiqaq adalah
perselisihan yang tajam dan terus-menerus antara suami istri. Mengenai masalah
ini al-Qur’an dalam surat an-Nisaa’ ayat 35 dijelaskan bahwa aturan Islam dalam
menangani problema kericuhan dalam rumah tangga, dipilihnya hakam (arbitrator)
dari masing-masing pihak yang lebih mengetahui karakter, sifat keluarga mereka
sendiri untuk mempermudah mendamaikan suami istri yang bertengkar.
4. Salah satu pihak melakukan
perbuatan zina (fahisyah), yang menimbulkan saling tuduh menuduh
antara keduanya. Cara menyelesaikannya adalah dengan cara membuktikan tuduhan
yang didakwakan, dengan cara li’an.
Apabila berbagai cara yang telah
ditempuh tidak membawa hasil, maka perceraian merupakan jalan yang terbaik bagi
keduanya untuk kembali melanjutkan kehidupan masing-masing.
Jika diamati aturan-aturan fikih
berkenaan dengan talak, terkesan seolah-olah fikih memberi aturan yang sangat
longgar bahkan dalam tingkatan tertentu memberikan kekuasaan yang terlalu besar
pada laki-laki, seolah-olah talak menjadi hak prerogatif laki-laki sehingga
bias saja seorang suami bertindak otoriter.
Perspektif UU No. 1 Tahun 1974
Sebagaimana
yang disebut dalam pasal UUP dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah
membentuk keluarga yang bahagia, kekal berdasarkan ke-Tuhanan yang Maha Esa
yang dalam bahasa KHI disebut dengan mistaqan ghaliza (ikatan
yang suci), namun dalam realitanya seringkali perkawinan tersebut kandas di
tengah jalan yang mengakibatkan putusnya perkawinan baik karena sebab kematian,
perceraian ataupun karena putusan pengadilan berdasarkan syarat-syarat yang
telah ditetapkan oleh Undang-undang.
Perspektif KHI
KHI
juga tampaknya mengikuti alur yang digunakan oleh UUP, walaupun pasal-pasal
yang digunakan lebih banyak yang menunjukkan aturan-aturan yang lebih rinci.
KHI memuat masalah Putusnya Perkawinan pada Bab XVI. Pasal 113 menyatakan
perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan
pengadilan.
Berbeda
dengan UUP yang tidak mengenal istilah talak, KHI menjelaskan yang dimaksud
dengan talak adalah “ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi
salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam
pasal 129,130, dan 131”.
KHI
juga memuat aturan-aturan yang berkenaan dengan pembagian talak, yaitu talak
raj’I, talak ba’in sughra, dan ba’in. Permohonan
cerai talak dengan alasan terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran.
Berkenaan dengan alasan ini KHI dalam pasal 116 huruf f juga menjelaskan jika
antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Selain itu
permohonan cerai talak juga dapat dilakukan dengan alasan syiqaq, yang
dalam UU No. 7 tahun 1989 dijelaskan gugatan perceraian yang didasarkan atas
alasan syiqaq untuk mendapatkan putusan perceraian harus
mendengarkan keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau dari
orang-orang yang dekat dengan suami istri.
Dalam pasal 115 KHI dijelaskan
perceraian hanya dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Perspektif PP No. 9 Tahun 1975
Hal-hal yang menyebabkan
terjadinya perceraian dalam PP No. 9 Tahun 1975 adalah:
· Salah satu pihak berbuat zina atau
menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
· Salah satu pihak meninggalkan
pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan
yang sah atau karena hal lain yang di luar kemampuan;
· Salah satu pihak melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
· Salah satu pihak mendapat cacat
badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
suami istri;
· Antara suami dan istri terus
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga.
· Suami melanggar taklik talak dan
murtad.
3.2
Studi kasus dan Analisis
Tora Sudiro digugat cerai
istrinya yang bernama Anggi. Penyebab Anggi menggugat cerai Tora ialah
karena Tora memiliki wanita idaman lain. Di persidangan terungkap 3 hal
pemicu cerai yaitu adalah perselisihan, perbedaan prinsip, dan ketidakcocokan.
Dan Tora sudiro menerima semua dalil gugatan itu, ungkap pengacara Tora,
Purnama Wirya, di Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat.
Setelah itu Ketua Majelis Hakim Drs. Yasardin, S.H,
mengabulkan gugatan cerai Anggraini Kadiman pada persidangan putusan yang
dilangsungkan di Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, Rabu (7/1)
siang.pengadilan depok mengabulkan gugatan dari Anggi karena antara
pihak anggi dan Tora tidak lagi ingin berdamai.
ANALISIS
Setelah memaparkan perspektif
Fikih, UUP, KHI, dan PP No. 9 tahun 1975 kasus perceraian yang menimpa pasangan
Tora Sudiro dan istrinya Anggi saya lihat dari sudut pandang seorang praktisi
hokum. Salah satu alasan Anggi menggugat cerai Tora Sudiro adalah karena
seringnya terjadi perselisihan di antara Anggi dan Tora. Dalam Pasal 116 huruf
f KHI dinyatakan bahwa jika “antara suami dan istri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga”, selain itu dalam PP No. 9 tahun 1975 pasal 19 huruf f juga
dinyatakan pernyataan yang sama persis dengan yang dinyatakan dalam KHI, karena
landasan itu salah satu pihak boleh mengajukan Permohonan Cerai Talak ke
Pengadilan Agama. Karena cerai dinyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum di
Indonesia ketika dinyatakan dalam Sidang Pengadilan Agama sebagaimana yang
dinyatakan dalam pasal 115 KHI “perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak”, hal ini juga dinyatakan dalam pasal 39
UUP.
Perceraian adalah jalan terakhir
yang ditempuh oleh pengadilan setelah kedua belah pihak diberi waktu untuk
mediasi tapi keduanya tetap bersikeras untuk cerai. Seperti halnya Tora dan
Anggi mereka berdua menolak untuk melakukan mediasi dan sepakat untuk
meneruskan perceraian.
Oleh karena itu putusan pengadilan
depok yang mengabulkan gugatan dari anggi
menurut penulis sudah sangat benar dan tidak ada salahnya lagi.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Perceraian hukumnya halal, tapi sangat dibenci oleh Allah. Oleh karena itu
jangan menjadikan perceraian sebuah jalan keluar untuk sebuah masalah dalam
keluarga. Karena bukan hanya suami dan istri yang menderita kerugian. Tetapi
juga anak hasil pernikahan tersebut.
4.2
Saran
Bagi pasangan suami-isteri hendaknya saling memahami, saling terbuka dalam
rumah tangga untuk memecahkan masalah yang dihadapi, sehingga tidak terjadi
disharmonis dalam keluarga. Langkah yang ditempuh adalah dengan cara
mengemukakan permasalahan yang ada, kemudian permasalahan tersebut dibicarakan
bersama dan dicari jalan keluarnya bersama-sama, salah satunya adalah harus ada
yang mengalah dan saling menyadari satu sama lain, sehingga perselisihan cepat
terselesaikan dengan damai
Bagi masyarakat
hendaknya dilakukan penyuluhan yang menyangakut hukum perceraian dengan segala
aspeknya, guna merangsang kokohnya ikatan perkawinandan mengurangi angka
perceraian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar