BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kewajiban negara adalah melindungi setiap warga negaranya baik secara fisik, mental, sosial dan ekonomi sebagai timbal balik kesetiaan warga negara kepada negara baik dalam bentuk pembayaran pajak secara rutin atau ketundukan pada peraturan hukum di negara tersebut. Poin tersebut juga tercakup dalam Pancasila dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia yang merupakan buah pemikiran bangsa ini sejak awal kemerdekaan. Realisasi perlindungan tersebut dalam konteks perlindungan, asuransi atau jaminan sosial.
Asuransi merupakan lembaga ekonomi yang berfungsi sebagai salah satu bentuk penanggulangan resiko. Menurut Pasal 246 KUHD Republik Indonesia, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu. Asuransi sosial tenaga kerja merupakan salah satu jenis kegiatan asuransi yang memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja di sektor formal seperti jaminan kecelakan kerja, jaminan hari tua atau pensiun, jaminan kematian, dan jaminan kesehatan. [1]
Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional meningkat dengan disertai berbagai tantangan risiko yang dihadapi. Oleh karena itu kepada tenaga kerja perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraannya, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas nasional.
Bentuk perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan dimaksud diselenggarakan dalam bentuk program jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) yang bersifat dasar, dengan berazaskan usaha bersama, kekeluargaan dan gotong royong. Pada dasarnya program ini menekan pada perlingdungan bagi tenaga kerja yang relatif mempunyai kedudukan yang lebih rendah. Oleh karena itu pengusaha memikul tanggung jawab utama dan secara moral pengusaha mempunyai kewajiban untuk meningkatkan perlingdungan dan kesejahteraan tenaga kerjanya. Disamping itu, sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga berperan aktif dan ikut bertanggungjawab atas pelaksanaan program jamsostek.
Penyelenggaraan
program jamsostek merupakan sebagian dari tugas pokok pemerintah di bidang
ketenaga kerjaan sebagaimana diatur dalam UU No. 14 tahun 1969 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja khususnya pasal 10 dan pasal
15.
Untuk menjamin pelaksanaan program jamsostek, PT. JAMSOSTEK sebagai Badan Usaha Millk Negara secara prinsip telah di tunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program jamsostek yang merupakan penjabaran pasal 25 UU No .3 tahun 1992 dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya mengutamakan pelayanan kepada peserta dalam rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya.
Dalam pelaksanaan program jamsostek tidak sedikit hambatan yang dihadapi, sehingga dalam upaya peningkatan kepesertaannya PT. JAMSOSTEK perlu membenahi diri baik secara intern organiaasi, sumber daya manusia, pemberdayaan, peraturan dan perundang-undangan maupun esktern (peningkatan profesionalisme pelayanan). [2]
Untuk menjamin pelaksanaan program jamsostek, PT. JAMSOSTEK sebagai Badan Usaha Millk Negara secara prinsip telah di tunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program jamsostek yang merupakan penjabaran pasal 25 UU No .3 tahun 1992 dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya mengutamakan pelayanan kepada peserta dalam rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya.
Dalam pelaksanaan program jamsostek tidak sedikit hambatan yang dihadapi, sehingga dalam upaya peningkatan kepesertaannya PT. JAMSOSTEK perlu membenahi diri baik secara intern organiaasi, sumber daya manusia, pemberdayaan, peraturan dan perundang-undangan maupun esktern (peningkatan profesionalisme pelayanan). [2]
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Jamsostek?
2. Program-program apa saja yang ditawarkan oleh Jamsostek?
3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam menjaring kepesertaan Jamsostek?
4. Apa saja yang harus dilakukan Jamsotek untuk menanggulangi kendala-kendala tersebut?
1.3 Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan :
1.Tentang lembaga asuransi Jamsostek dan program-program yang ditawarkan oleh Jamsostek.
2. Kendala-kendala yang dihadapi Jamsostek dalam menjaring kepesertaan dan cara-cara penanggulangan kendala-kendala tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA (JAMSOSTEK)
2.1.1 Profil Jamsostek
Jamsostek merupakan suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. [3]
Jamsostek dimaksudkan untuk menumbuhkan kemandirian dan menjaga harkat dan martabat serta harga diri tenaga kerja dalam menghadapi risiko sosial ekonomi. Sedangkan tujuan jamsostek adalah mengurangi ketidakpastian masa depan tenaga kerja yang akan menunjukan ketenangan sehingga dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Dasar hukum jamsostek adalah :
1. UU No.3 tahun 1992 tentang Jamsostek.
2. PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelengaraan Jamsostek.
3. Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.
4. Permenaker No. 5/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaraan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan. [4]
Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, pada prinsispnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang mempunyai hubungan kerja) beserta keluarganya. Skema Jamsostek meliputi program-program yang terkait dengan resiko, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan hari tua.
Jamsostek mempunyai visi “Menjadi lembaga penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang terpercaya dengan mengutamakan pelayanan prima dan manfaat optimal bagi seluruh peserta”. Adapun misinya adalah :
1. Meningkatkan dan mengembangkan Mutu Pelayanan dan Manfaat kepada peserta berdasarkan Prinsip Profesionalisme.
2. Meningkatkan jumlah kepesertaan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3. Meningkatan Budaya Kerja melalui kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan penerapan Good Corporate Governance (GCG).
4. Mengelola dana peserta secara optimal dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian (prudent).
5. Meningkatkan Corporate Values dan Corporate Images
Filosofi Jamsostek :
a. Jamsostek dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan dari belas kasihan orang lain.
b. Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program Jamsostek dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.
Dengan motto “Pelindung Pekerja, Mitra Pengusaha”.[5]
2.1.2 Sejarah Jamsostek
Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No. 33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No. 15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT. Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat resiko sosial.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004,Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini berbunyi : "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja.[6]
Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak normative Tenaga Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 6 program bagi pekerja di sektor formal, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya, Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP), dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Untuk pekerja di sektor informal, Jamsostek mempunyai program Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK).
Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan perkembangan masa depan bangsa.
berikut:
2.1.3 Program Jamsostek
Pada dasarnya program Jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi bukan harga mati.[7] Dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara Jamsostek memperoleh keuntungan, maka pemerintah akan memperoleh deviden dan pajak badan karena bentuk badan hukum adalah BUMN Persero.
Jenis – jenis (ruang lingkup) program jamsostek terdiri dari :
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan pengantian biaya perawatan dan upah, santunan cacad dan santunan kematian akibat kecelakaan dan sakit akibat kerja.
2. Jaminan Hari Tua (JHT) berupa tabungan selama masa kerja yang dibayarkan kembali pada umur 55 tahun atau sebelum itu jika mengalami cacad tetap total atau meninggal dunia
3. Jamina Kematian (JKM) memberikan pembayaran tunai kepada ahli waris dari tenaga kerja yang meninggal dunia sebelum umur 55 tahun.
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) memberikan pelayanan media berupa rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, penunjang diagnostik, pelayanan khusus dan gawat darurat bagi tenaga kerja dan keluarganya yang menderita sakit.
5. Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta atau lebih dikenal sebagai DPKP merupakan dana yang dihimpun dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan peserta program Jamsostek yang diambil dari sebagian dana hasil keuntungan PT. Jamsostek (Persero).
6. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang lebih dikenal sebagai PKBL merupakan kerjasama antara BUMN dengan Usaha Kecil yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN, sesuai dengan Keputusan Menteri BUMN No.Kep-236/MBU/2003.
7. Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK) memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja pada saat tenaga kerja tersebut kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya risiko-risiko antara lain kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Memperluas cakupan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja.
Cakupan jaminan kecelakaan kerja (JKK) meliputi: biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, pengobatan, perawatan, biaya rehabilitasi, serta santunan uang bagi pekerja yang tidak mampu berkerja, dan cacat. Apabila pekerja meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, mereka atau keluarganya berhak atas jaminan kematian (JK) berupa biaya pemakaman dan santunan berupa uang. Apabila pekerja telah mencapai usia 55 tahun atau mengalami cacat total/seumur hidup, mereka berhak untuk memperolah jaminan hari tua (JHT) yang dibayar sekaligus atau secara berkala. Sedangkan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja termasuk keluarganya, meliputi: biaya rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, diagnostik, serta pelayanan gawat darurat.
2.2. Kendala-kendala yang dihadapi Jamsostek dan caracara penanggulangan kendala-kendala tersebut.
2.2.1 Analisis Komparatif
1. Target Kepesertaan Program Jamsostek dan Hambatannya
Data dari Depnaker RI tercatat sekitar 30 juta tenaga kerja tersebar di 149.130 perusahaan yang ada di Indonesia. Dari jumlah itu ternyata hingga Desember 1994 baru sekitar 65.451 perusahaan dengan jumlah pekerja sebanyak 9.427.761 orang (perbandingan antara peserta ,jamsostek dengan jumlah tenaga kerja = 9 : 30).
Pada Pelita VI PT. JAMSOSTEK mulai berdiri tahun 1977 (sudah berjalan 18 tahun). Besarnya iuran yang telah dikumpulkan PT. JAMSOSTEK pada tahun 1995 tercatat jumlahnya Rp. 755 milyar. Pada Pelita VI diperkirakan bahwa pertumbuhan jumlah tenaga kerja mencapai sekitar 12 juta orang. Dengan kata lain setiap tahun bertambah 2.5 juta tenaga kerja. Kalau pertambahan jumlah peserta program jamsostek di bawah angka pertumbuhan tenaga kerja maka PT. JAMSOSTEK akan mengalami kemunduran, tidak mampu menyeimbangkan jumlah peserta dengan jumlah pertumbuhan tenaga kerja. Untuk itu pihak PT. JAMSOSTEK pada awal Pelita VI menargetkan kepesertaan tenaga kerja rata-rata 25% (2 juta orang setahun), sehingga diharapkan akhir Pelita VI terdapat 20 juta tenaga kerja yang ikut dalam program jamsostek. Pemenuhan target yang di tetapkan tersebut di atas bukan hal yang mudah dan tentunya akan mengalami hambatan-hambatan yang lebih kompleks lagi dalam pelaksanaannya.[8] Beberapa hambatan dalam menjaring kepesertaan program jamsostek yang dihadapi saat ini, antara lain:
1. Kurangnya kesadaran dan tanggung jawab pihak pengusaha/kontraktor/pemborong untuk mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jamsostek.
2. Masih banyak tenaga kerja yang belum mengetahui bahwa program jamsostek merupakan haknya untuk mendapatkan perlindungan. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan mereka dan sekitar 78% tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan rendah (SLTP dan SD).
3. Kepesertaan program , jamsostek selama ini ada 3 macam yang dikenal dengan istilah Peserta Daftar Sebagian (PDS), yaitu :
a. Hanya sebagian tenaga kerja diikut sertakan.
b. Tidak semua dari program jamsostek diikut sertakan.
c. kepesertaan yang tidak membayar penuh iuran (iuran tidak dibayar berdasarkan upah yang diterima sebulan melainkan berdasarkan upah pokok saja).
1. Target Kepesertaan Program Jamsostek dan Hambatannya
Data dari Depnaker RI tercatat sekitar 30 juta tenaga kerja tersebar di 149.130 perusahaan yang ada di Indonesia. Dari jumlah itu ternyata hingga Desember 1994 baru sekitar 65.451 perusahaan dengan jumlah pekerja sebanyak 9.427.761 orang (perbandingan antara peserta ,jamsostek dengan jumlah tenaga kerja = 9 : 30).
Pada Pelita VI PT. JAMSOSTEK mulai berdiri tahun 1977 (sudah berjalan 18 tahun). Besarnya iuran yang telah dikumpulkan PT. JAMSOSTEK pada tahun 1995 tercatat jumlahnya Rp. 755 milyar. Pada Pelita VI diperkirakan bahwa pertumbuhan jumlah tenaga kerja mencapai sekitar 12 juta orang. Dengan kata lain setiap tahun bertambah 2.5 juta tenaga kerja. Kalau pertambahan jumlah peserta program jamsostek di bawah angka pertumbuhan tenaga kerja maka PT. JAMSOSTEK akan mengalami kemunduran, tidak mampu menyeimbangkan jumlah peserta dengan jumlah pertumbuhan tenaga kerja. Untuk itu pihak PT. JAMSOSTEK pada awal Pelita VI menargetkan kepesertaan tenaga kerja rata-rata 25% (2 juta orang setahun), sehingga diharapkan akhir Pelita VI terdapat 20 juta tenaga kerja yang ikut dalam program jamsostek. Pemenuhan target yang di tetapkan tersebut di atas bukan hal yang mudah dan tentunya akan mengalami hambatan-hambatan yang lebih kompleks lagi dalam pelaksanaannya.[8] Beberapa hambatan dalam menjaring kepesertaan program jamsostek yang dihadapi saat ini, antara lain:
1. Kurangnya kesadaran dan tanggung jawab pihak pengusaha/kontraktor/pemborong untuk mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jamsostek.
2. Masih banyak tenaga kerja yang belum mengetahui bahwa program jamsostek merupakan haknya untuk mendapatkan perlindungan. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan mereka dan sekitar 78% tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan rendah (SLTP dan SD).
3. Kepesertaan program , jamsostek selama ini ada 3 macam yang dikenal dengan istilah Peserta Daftar Sebagian (PDS), yaitu :
a. Hanya sebagian tenaga kerja diikut sertakan.
b. Tidak semua dari program jamsostek diikut sertakan.
c. kepesertaan yang tidak membayar penuh iuran (iuran tidak dibayar berdasarkan upah yang diterima sebulan melainkan berdasarkan upah pokok saja).
4. Beratnya beban yang ditanggung pengusaha untuk membayar iuran JKK, JHT JKM dan JPK yang besarnya masing - masing sekitar 0.24 - 1.74%, 3.70%, 0.30% dan 3-6% dari upah sebulan, sehingga secara langsung menambah biaya produksi (varible cost). Tidak mengherankan pada bulan Juli 1994 tercatat 20.326 perusahaan yang menunggak dengan total iuran yang belum dibayar sebesar Rp. 73 milyar.
5. Kesulitan keuangan (financial) perusahaan akibat pemenuhan kebijakan pemerintah yaitu adanya kenaikan Upah Minimum Reginal (UMR) tenaga kerja terhitung mulai 1 April, 1995 dan di tambah lagi adanya kenaikan UMR sekitar 10.63 persen mulai 1 April 1996.
6. Meningkatnya ,jumlah perusahaan asuransi swasta yang menawarkan berbagai macam perlindungan yang sasarannya pada seluruh lapisan masyarakat, apalagi dalam era globalisasi sekarang ini sudah ada perusahaan asuransi swasta asing yang mengembangkan bisnisnya di Indonesia.
Keluhan manajemen PT Jamsostek akan sulitnya menghimpun peserta aktif bukanlah hal yang baru. Kenyataan itu merupakan muara dari hilangnya kepercayaan masyarakat (baca: tenaga kerja) terhadap kinerja dan pelayanan dari BUMN asuransi tersebut. Meskipun Undang-Undang No 3 Tahun 1992 mewajibkan perusahaan, yang memiliki karyawan minimal 10 orang atau membayar upah sebesar Rp1 juta per bulan wajib mendaftarkan karyawannya menjadi peserta Jamsostek, angka kepesertaaan tidak juga membaik. Dari total 22 juta peserta, sekitar 15 juta tenaga kerja tergolong peserta tidak aktif.[9]
Entah benar atau tidak, manajemen Jamsostek hingga kini masih sering direcoki banyak partai politik besar. Seiring banyaknya dana yang dikelola, posisi Direktur Utama Jamsostek seperti kursi panas yang terus diperebutkan. Arah kebijakan perkembangan perseroan pun tak luput dari campur tangan birokrat di pemerintahan. Hal itu membuat eksekusi beberapa program terobosan sering terlambat, atau bahkan tidak dilakukan.
Satu hal yang paling penting, pengelolaan dana milik tenaga kerja di Jamsostek juga sering tidak transparan. Kabarnya, alokasi dana di deposito bank dilakukan tidak atas pertimbangan bisnis melainkan permintaan lembaga atau orang tertentu. Hal itulah yang membuat tenaga kerja apatis dan enggan menjadi peserta Jamsostek. Memang tak mudah membangun kepercayaan. Sekali dikhianati, sulit sekali untuk percaya. Untuk itulah perlu transformasi besar-besaran dan menyeluruh di tubuh Jamsostek.
2.2.2 Tindakan Tegas Terhadap Pelanggar Program Jamsostek
Sudah saatnya pemerintah tidak lagi bersikap toleransi terhadap pelaksanaan UU No.3 tahun 1992. Ini berkaitan dengan tekad pemerintah meningkatkan perlindungan hukum dan kesejahteraan pekerja. Sikap tegas perlu diambil mengingat masih banyaknya perusahaan yang belum ikut serta dalam program jamsostek dan bukan hanya dilihat dari macam kepesertaannya. Jadi pelaksanaan UU tersebut harus secara utuh.
Ketentuan dalam UU No.3 tahun 1992 dan PP No. 14 tahun 1993 serta peraturan pelaksananya merupakan landasan hukum bagi perlindundan pekerja di bidang jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pelayanan kesehatan pekerja dan keluarganya dalam satu paket. Pelanggar terhadap ketentuan ini diancam sanksi hukum berupa denda sebesar Rp50 juta atau 6 bulan kurungan. [10]
Penegakan peraturan dan perundang-undangan (law enforcement) merupakan jalan terakhir terhadap pelanggar program jamsostek dan ini pekerjaan yang tidak ringan mengingat jumlah pegawai pengawas Depnaker yang tersedia saat ini terbatas hanya 1.194 orang, kemudian kemungkinan terjadinya "main mata" (kolusi) antara oknum pengawas dengan pengusaha dan adanya perusahaan yang dibacking (dilindungi) oleh pejabat sehingga kebal hukum. Walaupun demikian hingga 31 Maret 1995 sebanyak 30.963 perusahaan telah diperiksa, 119 diantaranya sudah masuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP), sedangkan yang sudah dijatuhi hukuman oleh pengadilan sebanyak 16 perusahaan.[11]
2.2.3 Upaya Peningkatan Kepesertaan Program Jamsostek
Mengejar target kepesertaan program jamsostek ternyata tidak semudah yang diharapkan PT. JAMSOSTEK, meski secara normatif (UU No.3 tahun 1992) setiap pekerja dijamin haknya untuk mendapatkan jamsostek, kenyataannya baru sekitar 31% jumlah tenaga kerja yang tercatat sebagai peserta program jamsostek. [12]
Untuk ini PT. JAMSOSTEK perlu kerja keras disamping membenahi diri dengan langkah-langkah yang di tempuh sebagai berikut:
1. Meningkatkan prasarana dan fasilitas pelayanan program jamsostek.
2. Meningkatkan kemampuan, keterampilan dan kinerja sumber daya manusia yang dimiliki.
3. Menyempurnakan mekanisme keikutsertaan program jamsostek.
4. Mampu menciptakan pasar (market created) program jamsostek, jadi tidak hanya sekedar menunggu iuran saja.
5. Pelayanan yang dilaksanakan bersifat costumer service oriented.
6. Perbaikan atas pelaksanaan program jamsostek dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan pembayaran santunan (klaim) tenaga kerja terutama kecelakaan kerja baru dibayarkan setelah selesai penyelidikan kejadian kecelakaan kerja dan ini membutuhkan waktu. Diharapkan dengan kecakapan petugas PT. JAMSOSTEK. maka pelayanan dapat diupayakan satu hari selesai (one day services). sehingga tidak ada lagi kesan dari peserta (pengusaha) bahwa prosedur pembayaran yang dilakukan PT. JAMSOSTEK cukup merepotkan sementara pembayaran iuran peserta tidak boleh terlambat
7. Peningkatan kerja sama dengan instansi terkait dalam penegakan (pemberdayaan) peraturan dan perundang-undangan ketenagakerjaan. [13]
Satu hal tidak kalah penting yang harus dilakukan oleh Jamsostek adalah penerapan konsep Jamsostek(Plus) atau One-stop service atau layanan satu atap yang mengintegrasikan semua pembiayaan atau asuransi sosial dan kesehatan yang ada di Indonesia sekaligus meluaskan ruang lingkup Jamsostek yang semula hanya berlaku di kalangan pekerja menjadi mengikat seluruh warga negara Indonesia dalam bentuk jaminan sosial negara yang komprehensif, patut menjadi terobosan yang berharga untuk dipertimbangkan para pengambil kebijakan di kalangan birokrat. Kendati, konsekuensinya harus mengeliminasi dan merevisi sistem pembiayaan atau asuransi sosial dan kesehatan yang ada seperti Askes, JPKM, Dana Sehat dan Kartu Sehat dengan ide baru Jamsostek(Plus) atau apa pun namanya nanti yang dikembangkan.[14]
Model
Social Assistance di Norwegia atau Social Security di Amerika Serikat yang
bahkan hingga menyediakan tunjangan bagi penganggur, jompo dan pengungsi dan
pendatang asing patut menjadi bahan pertimbangan. Kendati tampak utopis di
tengah kesemrawutan kondisi sosial ekonomi bangsa saat ini karena berkonsekuensi
merombak total
sistem yang ada dan “tampaknya” berbiaya tinggi.
Dalam konteks tersebut, langkah yang dapat dilakukan adalah: (1)mengubah secara sistemik dan birokratoris maupun konstitusional untuk memadukan semua pembiayaan atau jaminan sosial kesehatan dalam satu atap, seperti dengan merevisi perundang-undangan yang ada, yakni UU Kesehatan No.23 Tahun 1992 (Februari) mengenai penyelenggaraan asuransi di bidang kesehatan, yang belum secara komprehensif merangkum definisi sehat paripurna dalam Konstitusi WHO seperti tersebut di atas dan membuat satu undang-undang mengenai layanan atau jaminan sosial yang mencakup sisi SDM dan kesehatan seperti Social Security Act di luar negeri, katakanlah untuk membentuk sebuah Jamsostek (Plus),(2) yang sekaligus dapat memberlakukan kewajiban masyarakat untuk bergabung dalam Jamsostek (plus) tersebut di mana pembayaran premi dikaitkan dengan sistem pajak nasional. Dalam hal ini, patut diadopsi wacana pemungutan zakat di Malaysia di mana sekian besar zakat nominal yang dibayarkan dikompensasikan pada pengurangan pajak yang dibayarkan sang wajib pajak. [15]
Dalam konteks ini, salah satu pilihan yang ada antara lain, pengenaan pajak regresif (semakin besar pendapatan semakin besar persentase beban pajak) yang bervariasi bagi kalangan kaya di mana bagi yang telah memenuhi syarat minimal alokasi Jamsostek(plus) atau apa pun namanya kelak mendapatkan persentase beban pajak yang lebih kecil seiring semakin besarnya alokasi Jamsostek(plus) yang disisihkan. Di luar negeri, adanya komponen jaminan sosial (social security) memang berdampak pada besarnya pajak pendapatan yang harus dibayarkan dan ketatnya pengawasan terhadap wajib pajak namun terbayarkan dengan jaminan sosial yang merata dan tepat sasaran. Sehingga tidak menimbulkan kecurigaan mengenai bocornya dana pajak publik maupun mengesankan negara sekedar sebagai “instrumen pemungut pajak rakyat” tanpa mampu mengembalikannya secara sepadan dalam bentuk pelayanan publik maupun jaminan sosial yang memadai.
Langkah selanjutnya adalah merancang instrumen teknis jaminan sosial negara yang wajib dimiliki setiap warga negara. Seperti halnya KTP, setiap warga negara Indonesia wajib memiliki kartu jaminan sosial yang prosedurnya pengurusannya dapat dirancang seperti pengurusan KTP tanpa kecuali, tidak seperti keikutsertaan Jamsostek saat ini yang mempertimbangkan faktor besaran jumlah pekerja dalam sebuah perusahaan yang cenderung berdampak mendiskriminasikan karyawan-karyawan di perusahaan kecil atau yang tidak berbadan hukum. Dengan kewajiban memiliki polis Jamsostek(Plus) seperti wajibnya memiliki KTP, warga negara “dipaksa” untuk belajar mempersiapkan masa depan sekaligus memaksa negara lebih bertanggung jawab dalam menjamin hak-hak warga negara. Sehingga bila ada warga negara mengalami kecelakaan atau dalam kondisi tidak bekerja atau tidak mampu bekerja (lagi) dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan maupun mendapatkan tunjangan atau santunan sosial dalam waktu yang layak hingga mendapatkan pekerjaan kembali atau modal untuk berwirausaha untuk menjamin penghidupan mereka.
Inilah yang namanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam praktek (Sila kedua Pancasila) dan pelaksanaan amanat UUD 1945 pasal 34 yang menjanjikan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara yang menjadi hutang pemerintah Indonesia dari masa-masa.
Dalam konteks tersebut, langkah yang dapat dilakukan adalah: (1)mengubah secara sistemik dan birokratoris maupun konstitusional untuk memadukan semua pembiayaan atau jaminan sosial kesehatan dalam satu atap, seperti dengan merevisi perundang-undangan yang ada, yakni UU Kesehatan No.23 Tahun 1992 (Februari) mengenai penyelenggaraan asuransi di bidang kesehatan, yang belum secara komprehensif merangkum definisi sehat paripurna dalam Konstitusi WHO seperti tersebut di atas dan membuat satu undang-undang mengenai layanan atau jaminan sosial yang mencakup sisi SDM dan kesehatan seperti Social Security Act di luar negeri, katakanlah untuk membentuk sebuah Jamsostek (Plus),(2) yang sekaligus dapat memberlakukan kewajiban masyarakat untuk bergabung dalam Jamsostek (plus) tersebut di mana pembayaran premi dikaitkan dengan sistem pajak nasional. Dalam hal ini, patut diadopsi wacana pemungutan zakat di Malaysia di mana sekian besar zakat nominal yang dibayarkan dikompensasikan pada pengurangan pajak yang dibayarkan sang wajib pajak. [15]
Dalam konteks ini, salah satu pilihan yang ada antara lain, pengenaan pajak regresif (semakin besar pendapatan semakin besar persentase beban pajak) yang bervariasi bagi kalangan kaya di mana bagi yang telah memenuhi syarat minimal alokasi Jamsostek(plus) atau apa pun namanya kelak mendapatkan persentase beban pajak yang lebih kecil seiring semakin besarnya alokasi Jamsostek(plus) yang disisihkan. Di luar negeri, adanya komponen jaminan sosial (social security) memang berdampak pada besarnya pajak pendapatan yang harus dibayarkan dan ketatnya pengawasan terhadap wajib pajak namun terbayarkan dengan jaminan sosial yang merata dan tepat sasaran. Sehingga tidak menimbulkan kecurigaan mengenai bocornya dana pajak publik maupun mengesankan negara sekedar sebagai “instrumen pemungut pajak rakyat” tanpa mampu mengembalikannya secara sepadan dalam bentuk pelayanan publik maupun jaminan sosial yang memadai.
Langkah selanjutnya adalah merancang instrumen teknis jaminan sosial negara yang wajib dimiliki setiap warga negara. Seperti halnya KTP, setiap warga negara Indonesia wajib memiliki kartu jaminan sosial yang prosedurnya pengurusannya dapat dirancang seperti pengurusan KTP tanpa kecuali, tidak seperti keikutsertaan Jamsostek saat ini yang mempertimbangkan faktor besaran jumlah pekerja dalam sebuah perusahaan yang cenderung berdampak mendiskriminasikan karyawan-karyawan di perusahaan kecil atau yang tidak berbadan hukum. Dengan kewajiban memiliki polis Jamsostek(Plus) seperti wajibnya memiliki KTP, warga negara “dipaksa” untuk belajar mempersiapkan masa depan sekaligus memaksa negara lebih bertanggung jawab dalam menjamin hak-hak warga negara. Sehingga bila ada warga negara mengalami kecelakaan atau dalam kondisi tidak bekerja atau tidak mampu bekerja (lagi) dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan maupun mendapatkan tunjangan atau santunan sosial dalam waktu yang layak hingga mendapatkan pekerjaan kembali atau modal untuk berwirausaha untuk menjamin penghidupan mereka.
Inilah yang namanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam praktek (Sila kedua Pancasila) dan pelaksanaan amanat UUD 1945 pasal 34 yang menjanjikan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara yang menjadi hutang pemerintah Indonesia dari masa-masa.
BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
3.1 Kesimpulan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggarannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik, JAMSOSTEK memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedang kewajibannya adalah membayar iuran. Program ini memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Resiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacad, hari tua dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja atau membutuhkan perawatan medis.
Program JAMSOSTEK kepesertaannya diatus secara wajib melalui Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sedangkan pelaksanaannya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993, Keputusan Presdien No. 22 tahun 1993 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.05/MEN/1993.
Jenis – jenis (ruang lingkup) program jamsostek terdiri dari :
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
2. Jaminan Hari Tua (JHT).
3. Jaminan Kematian (JKM).
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
5. Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta atau lebih dikenal sebagai DPKP.
6. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang lebih dikenal sebagai PKBL.
7. Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK).[16]
Banyak kendala yang dihadapi jamsostek dalam menjalankan program-program pemeliharaan kesejahteraan tenaga kerja antara lain kurang kesadaran dan tanggung jawab pihak pengusaha dalam mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek, kurang profesionalnya pengurus Jamsostek, dan masih banyak lagi kendala-kendala lainnya. Maka dari itu perlu adanya kerjasama semua pihak yang terkait untuk memperlancar pelaksanaan program-program Jamsostek.
3.2 Rekomendasi
Keberadaan PT. JAMSOSTEK patut untuk disambut dengan baik karena tujuannya untuk meringankan beban para pekerja dari bahaya risiko pekerjaan yang dihadapi terutama kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk kelangsungan operasionalnya PT. JAMSOSTEK tentunya tidak terlepas dalam hal mencari keuntungan dari usaha yang dijalankan disamping menghimpun dana (rising fund) dari para peserta program jamsostek untuk kepentingan pembiayaan pembayaran santunan (klaim) tenaga kerja. Diharapkan dalam menghimpun dana tersebut pihak PT. JAMSOSTEK tidak hanya berdiam diri saja, sebaiknya diupayakan bagaimana agar jumlah peserta program jamsostek meningkat dan kualitas pelayanannnya pun ditingkatkan pula.
Suatu hal yang tidak kalah penting bahwa jamsostek harus mampu menimbulkan etos kerja dan semangat kerja sebagai upaya untuk menimbulkan kondisi lingkungan kerja yang aman.
DAFTAR PUSTAKA
Manulang, S. (1990). Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
Mulyana, Deden. ( __ ). Handout : Manajemen Resiko dan Asuransi. Tasikmalaya : FE Unsil
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek. Jakarta : PT.ASTEK.
Purba, R. (1992). Memahami Asuransi Di Indonesia. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Undang-Undang No. Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Jakarta: PT. ASTEK
Naning, Ramdlo. Himpunan Peraturan Perundang_undangan Tentang Jaminan
Sosial tenanga Kerja. Yogyakarta: Balai Aksara.
[1] Rineka.,hlm.12
[2] Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1992
tentang Penyelenggaraan Jamsostek. Jakarta : PT.ASTEK
[3] Rineka,.hlm21
[4] Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993
tentang Penyelenggaraan Jamsostek. Jakarta : PT.ASTEK.
[5] Rineka.,hlm.34
[6] Naning,.hlm.14
[7] Rineka,.hlm.34
[8] Mulyana.,hlm.15
[9] Rineka.,hlm.47
[11] Purba.,hlm.58
[12] Undang-Undang No. Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Jakarta: PT. ASTEK
[13] Permenaker No. 5/MEN/1993 tentang
Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran iuran, Pembayaran Santunan
dan Pelayanan Jamsostek Depnaker RI. Jakarta : Depnaker
[14] Purba.,hlm.69
[15] Undang-Undang No. Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
[16] Undang-Undang No. Tahun 1993 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar