Minggu, 27 Desember 2015

Hak Tanggungan


Hak Tanggungan

                                             
    Oleh  : Salestinus C. H. M. Putra
                                              Dosen Pembimbing: Surajiman S,H.M.Hum




BAB I
PENDAHULUAN

            Globalisasi mendorong perkembangan ekonomi yang sangat pesat, sehingga diperlukan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga ekonomi, khususnya bagi lembaga pemberi piutang seperti bank dan lembaga keuangan lainnya, untuk menjamin kembalinya haknya. Banyak benda yang bisa dijaminkan dalam perhutangan, bisa benda bergerak ataupun benda bergerak. Hak tanggungan merupakan jaminan benda tak bergerak, tentang hak tanggungan ini mulai berlaku tanggal 19 april 1996 dengan UU No. 4 tahun 1996. pada dasarnya, pada UU no. 5 tahun 1960 telah dijanjikan bahwaakan diatur hak tanggungan sebagai hak yang memberi jaminan atas tanahdan benda-benda yang berada atas tanah itu, baik berikut dengan benda-benda atas tanah tersebut atau tidak, akan dibuat peraturannya oleh pemerintah.
 
            Berlakunya undang-undang hak tanggungan No.4 tahun 1996, menghapus ketentuan tentang hipotik serta creditverband. Sebelum ada Undang-undang No. 4 Tahun 1996, yang dapat dijadikan jaminan hipotik adalah hak-hak tertentu atas tanah seperti : hak mili, hak ghak guna bangunan. Hak pakai belum dimungkinkan untuk dijadikan jaminan untuk hutang. Tapi, pada Undang-undang hak tanggungan tahun 1996, hak pakai tertentu yaitu yang wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan, telah dijadiakn juga sebagai objek dari hak tanggungan. Undang –undang hak tanggungan memiliki cakupan lebih luas disbanding undang-undang sebelumnya, terutama dalam rangka peroses pembangunan secara besar-besaran dibidang ekonomi pada umumnya dan real estate pada khususnya yaitu, dalam rangka program pemerintahyang diselenggarakan dengan mendirikan rumah susun, apartement dan komdominium. Ternyata atas bends seperti ini diberi kesempatan untuk dijadikan sebagai objek hak tanggungan.




BAB II
PEMBAHASAN


A.Pengertian.
            Hak tanggungan adalah hak jaminan yang di bebankan pada hak atas tanah sebagaimana di maksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda – benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor–kreditor lain.

Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa hak tanggungan :
·         Merupakan hak jaminan untuk pelunasan hutang (kredit).
·         Dapat di bebankan pada hak atas tanah, dengan atau tanpa benda di atasnya.
·         Menimbulkan kedudukan di dahulukan daripada kreditor-kreditor lain.
Pengertian hak tanggungan sebagaimana dimuat dalam pasal 1 butir 1 UUHT di atas, sangat dipengaruhi oleh asas pemisahan horizontal dalam hukum tanah berdasarkan UUPA. Asas pemisahan horizontal ini menyebabkan hak atas tanah dapat dipisahkan dengan hak atas benda-benda di atas tanah tersebut.

            Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa banyak bangunan yang tidak dapat dipisahkan dengan tanahnya, sehingga dimungkinkan obyek hak tanggungan adalah hak atas tanah berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, jika hal ini dilakukan, maka para pihak harus menyatakannya secara tegas didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) bahwa Hak Tanggungan tersebut adalah hak atas tanah beserta benda-benda lain di atasnya.

B. Sifat hak tanggungan.

            Hak tanggungan memiliki sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), seperti ditetapkan dalam pasal 2 UUHT. Dengan sifatnya yang tidak dapat dibagi-bagi, maka Hak Tanggungan akan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan. Artinya,apabila hutang (kredit) yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan baru di lunasi sebagian,maka Hak Tanggungan tetap membebani seluruh obyek Hak Tanggungan. Klausula “kecuali jika diperjanjikan dalam APHT” dalam pasal 2 UUHT,dicantumkan dengan maksud untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia perbankan, khususnya kegiatan perkreditan. Dengan manggunakan klausula tersebut, sifat tidak dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggungan dapat disimpangi, yaitu dengan memperjanjikan bahwa apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, maka pelunasan kredit yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran. Besarnya angsuran sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut. Dengan demikian setelah suatu angsuran dibayarkan, Hak Tanggungan hanya akan membebani sisa objek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa kredit yang belum dilunasi.

C.Objek Hak Tanggungan
    Di dalam pasal 4 UUHT diatur tentang pelbagai macam hak atas tanah yang dapat di ijadikan objek Hak Tanggunghan, yaitu:
  •   Hak milik;
  • Hak Guna Usaha
  • Hak Guna Bangunan
  • Hak Pakai atas Tanah Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan
  • Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, yang akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
Selain hak-hak diatas tanah seperti dikemukakan di atas, yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah berikut bangunan (baik yang berada diatas tanah maupun dibawah tanah) tanaman dan hasil karya (misalnya candi,patung, gapura, relief) yang telah ada atau akan ada, yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah. Pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut harus dinyatakan dengan tegas didalam APHT yang bersangkutan.
Apabila bangunan, tanaman dan hasil karya sebagaimana dimaksud diatas tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta (bersama)pada APHT yang bersangkutan oleh pemilik bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut, atau yang diberi kuasa oleh pemilik benda-benda tersebut untuk menadatangani serta (bersama) APHT dengan akta otentik. Yang dimaksud dengan akta otentik adalah Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atas benda- banda diatas tanah tersebut. Dengan penjelasan umum UUHT, disebut 2 unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan, yaitu:
 Hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum yang terdapat pada Kantor Pertahanan;Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan.

            Berdasarkan kedua unsure mutlak diatas, apabila hak milik sudah diwakafkan maka, hak mi9lik tersebut tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan. Karena sesuai dengan hakekat perwakafan yakni hak milik yang sudah diwakafkan merupakan hak milik yang sudah dikekalkan sebagai hak milik keagamaan. Dengan demikian, semua hak atas tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci liannya tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan, sedangkan hak guna bangunan yang dapat dijadikan objek hak tanggungan, meliputi hak guna bangunan diatas tanah Negara, diatas hak pengelolaan maupun diatas tanah hak Negara. Adapun mengenai hak pakai, sebelum ditentukan UUHT ini tidak dapat dijadikan objek jaminan pelunasan hutang, karena menurut UUPA hak pakai tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftar, sehingga tidak memenuhi syarat publisitas.
Dalam perkembangannya sekarang hak pakai atas tanah Negara harus didaftarkan, sehingga dapat dipindah tangankan. Hak pakai yang tidak dapat dipindah tangankan antara lain hak pakai atas nama pemerintah, hak pakai atas nama badan keagamaan dan social, hak pakai atas nama perwakilan Negara asing yang jangka waktu berlakunya tidak ditentukan dan hak pakai tersebut diberikan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan instansi atau badan diatas. Hak pakai atas tanah hak milik tidak dapat dijadikan objek hak anggungan, karena hingga saat ini tidak terdapat kewajiban untuk mendaftarkan hak pakai diatas tanah hak milik. Akibatnya, salah satu syarat mutlak agar suatu hak atas tanah dapat dijadikan objek hak tanggungan tidak terpenuhi. Menurut pasal 4 ayat 3 UUHT, pembebanan hak tanggungan atas hak pakai diatas tanah hak milik akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

            Undang-undang hak tanggungan didaftarkan atas asas pemisahan horizontal (horizontale scheiding), sebagai kebalikan dari pemisahan vertical (verticale scheiding). Menurut BW yang belaku terdahulu, tanah dan bangunan yang didirikan atasnyamerupakan suatu kesatuan. Dengan kata lain pemilik dari tanah adalah pemilik bangunan yang ada diatasnya, ini dinamakan asas pemisahan vertical. Menurut hukum adat bisa saja pemilik tanah berlainan dari pemilik bangunan yang ada diatasnya, ini dinamakan asas pemisahan horizontal dan karena undang-undang pokok agraria tahun 1960 menyatakan bahwa hukum adapt yang dipakai sebagai dasar, maka tidak mengherankan jika pemakaian asas horizontal ini dipakai dalam system hak tanggungan.

D. Tata cara pemberian hak tanggungan
     Setelah terjadi kesepakatan hutang piutang dengan hak tanggungan antara kreditor dan debitor, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan :
    membuat perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (atara lain berupa
Ø perjanjian pemberian kredit atau akad kredit) yang pelunasannya dijamin dengan hak tanggungan.
 membuat perjanjian pemberian hak tanggungan yang dituangkan kedalam akte pemberian hak tanggungan (APHT) oleh notaries / PPAT.
 melakukan pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan yangØ sekaligue merupakan saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan.
Perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (antara lain perjanjian pemberian kredit yang dijamin dengan hak tanggungan dapat dibuat dengan akte dibawah tangan atau dengan akte otentik. Perjanjian ini merUpakan perjanjian pokok, sedangkan perjanjian pemberian hak tanggungan merupakan perjanjian ikutan (accessoir) pada perjanjian pokok. Dalam pemberian hak tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT. Jikan dengan lasan yang dapat dipertanggung jawabkan yang bersangkutan tidak dapat hadir sendiri, maka ia wajib menunjuk kuasa dengan surat kuasa membebankan hak tanggungan yang berbentuk akte otentik. Pembuatan surat kuasa membebankan hak tanggungan dapat dilakukan oleh notaris / PPAT yang keberadaannya sampai di wilayah kecamatan. Hak tanggungan baru lahir ketika hak tanggungan tersebut dibukukan dalam buku tanah dikantor pertanahan. Pendaftaran menentukan kedudukan kreditor sebagai kreditor diutamakan terhadap kreditor-kreditor lain dan menentukan peringkat kreditor dalam hubungannya dengan kreditor lain yang juga pemegang hak tanggungan atas tanah yang sama sebagai jaminannya. Peringkat masing-masing hak tanggungan tersebut ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada kantor pertanahan. Peringkat hak tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut nomor urut APHTnya, hal ini dimungkinkan karena pembuatan beberapa APHT atas satu objek hak tanggungan hanya dapat dilakukan oleh PPAT yang sama.
            Menurut pasal 5 UUHT, suatu objek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang. Pemilik tanah atau persil yang telah menjaminkan tanah atau persilnya, dapat menguasai tanah itu atau menjualnya, karena hak tanggungan akan tetap melekat membebani tanah ditangan siapapun tanah itu berpindah.
Menurut pasal 11 UUHT, dimungkinkan untuk mencantumkan janji-janji dalam APHT. Janji-janji yang dicntumkan bersifat fakultatif dan tidak berpengaruh terhadap keabsahan APHT. Pihak-pihak bebasan menentukan untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan janji-janji tersebut dalam APHT. Pemuatan janji-janji tersebut dalam APHT yang kemudian didaftarkna pada kantor pertanahan, akan menyebabkan janji-janji tersebut mempunyai kekuatan mengikat pada pihak ketiga.
Janji-janji yang dimaksud diatas antara lain:
            janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk
Ø menyewakan objek hak tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa dimuka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.
            Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan objek hak tanggungan kecuali, dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan.
            Janji yang memberi wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk mengelola objek hak tanggungan berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek hak tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh ingkar janji.
                Janji yang memberikan wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk menyelamatkan objek hak tanggungan, jika hal itu diperlukab untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak tanggungan kartena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang.
 Janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk
Ø menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitor ingkar janji.
            Janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan.
            Janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas
Ø objek hak tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.
                janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, apabila objek hak tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi hak tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum.
                Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek hak tanggungan diasuransikan.
                Janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan.
             Janji yang dimaksud pada pasal 14 ayat 4 UUHT, karena tanpa janji ini,
Ø sertifikat hak tanah yang dibebani hak tanggungan akan diserahkan kepada pemberi hak tanggungan.

E.Eksekusi Hak Tanggungan.
            Apabila debitor tidak memenuhi janjinya, yakni tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan, maka berdasarkan pasal 20 UUHT pemegang hak tanggungan pertama atau pemegang sertifikat hak tanggung andengan title eksekutorial yang tercantum dalam sertifikat hak tanggungantersebut, berhak menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak didahulukan dari kreditor-kreditor lain.
Menurut pasal 1 butir 2 keputusan menteri keuangan No. 293/KMK09/1993, yang dimaksud piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang tersebut jatuh tempo, tidak dilunasi oleh pemegang hutang sebagaiman mestimya sesuai dengan perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut. Jika, piutang macet adalah piutang Negara termasuk tagihan bank-banak pemerintah maka, penyeslesaiannya melalui badan urusan piutang dan lelang Negara (BUPLN) dan jika piutang tersebut milik bank swasta atau perseorangan termasuk badan hukum-badan swasta maka, penyelesaiannya melalui pengadilan negeri.
            Sertifikat hak tanggungan diterbitkan oleh kepala badan pertanahan nasional dan dapat langsung dimohonkan eksekusi jika, memuat irah-irah dengan kata-kata “demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa”, irah-irah tersebut memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan keputusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Hal ini sesui dengan bagian ke-II dari nomor 9 memori penjelasan bagian hukum atas Undang-undang hak tanggungan tahun 1996 yang menjelaskan lebih lanjut bahwa sertifikat hak tanggungan yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya hak tanggungan dibutuhkan pencantuman irah-irah tersebut.
            Menurut pasal 14 ayat 2 dinyatakan bahwa kata-kata sacral “demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esadicantumkan pada sertifikat hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial dengan kekuatan hukum tetap dan dinyatakan berlaku sebagai pengganti grosse akte hipotik sepanjang mengenaii hak atas tanah. Dalam undang-undang hak tanggungan tentang eksekusi belum diatur, maka peraturan mengenai eksekusi hipotik yang diatur dalam HIR dan RBg berlaku sebagai eksekusi hak tanggungan, memang bahwa sejak lahirnya undang-undang hak tanggungan.
            Penyelesaian piutang melalui BUPLN dilaksanakan dengan menerbitkan surat paksa atau surat pernyataan bersama dan jika melalui penmgadilan negeri, debitor akan dipanggilan oleh ketua pengadilan negeri setelah ketua pengadilan negeri meneriam permohonan dari kreditor. Awalnya penanggung hutang diminta untuk membayar secara sukarela dengan melalui teguran dan diberi kesempatan selama 8 hari untuk membayarnya, jika tidak dibayar, maka eksekusi akan dilanjutkan dengan menyita hartanya dan kemudian dilelangkan untuk melunasi hutangnya. Dalam penyelesaian melalui pengadilan negeri sebelumhak tanggungan dilelang, didahului dengan pengumuman dalam surat kabar didaerah tersebut sebanyak dua kali dengan tenggang waktu 15 hari.
            Apabila penjualan melalui pelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tinggi, maka atas kesepakatan pemberi dan penerima hak tanggungan, penjualan objek hak tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan. Sampai pada saat pengumuman lelang dikeluarkan, masih dapat dibatalkan jika hutang terlebih dahulu dibayar oleh pemilik hutang.
Jika hutang yang dijamin dengan hak tanggungan dilunasi, maka badan pertanahan akan mencoret catatan hak tanggungan pada buku tanah dan sertifikat haka atas tanah yang dijakdikan objek hak tanggungan atau dengan catatan dari kreditor pemberi hak tanggungan meminta pada badan pertanahan untuk mencoretnya. Apabila kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan bahwa hutang telah lunas, maka pihak yang berkepentingan bisa meminta melalui kepada ketua pengadilan negeri setempat, dengan penetapan pengadilan negeri maka debitor memohon pencoretan pada kantor pertanahan.



BAB III
PENUTUP

     Hak Tanggungan adalah hak atas tanah beserta benda-benda  yang berkaitan dengan tanah. Hak  Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria berikut atau  tidak berikut benda-benda lain  yang merupakan satu kesatuan dengan tanah-tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu,  yang memberikan kedudukan  diutamakan kreditor lertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Hak Tanggungan diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Lahirnya undang-undang tersebut diharapkan dapat memberikan suatu  kepastian hukum tentang pengikatan jaminan dengan tanah beserta  benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai  jaminan yang selama ini pengaturannya menggunakan ketentuan-ketentuan Creditverband dalam Kitab Undang-Undang Hukum  Perdata (KUH Perdata).
      Hak Tanggungan wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan, hal ini diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan, bahwa pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya tujuh (7) hari kerja setelah penandatanganan akta pemeberian hak tanggungan, PPAT wajib mengirimkan akta tersebut dan warkah lain yang diperlukan. Sebagai bukti adanya hak tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan. Apabila hak tanggungan tersebut terlambat didaftarkan, bukan suatu persoalan penting karena Kantor Pertanahan tetap memproses pendaftaran Hak Tanggungan. Bagi pihak yang terlambat mendaftarkan hak tanggungan hanya diberikan sanksi administratif berupa teguran lisan atau teguran tertulis.
      Lain halnya apabila hak tanggungan tersebut tidak didaftarkan. Jika hak tanggungan tidak didaftarkan, maka hak tanggungan tidak akan mendapatkan sertifikat hak tanggungan. Sertifikat hak tanggungan dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Nasional. Sertifikat hak tanggungan menurut Pasal 14 Undang – Undang Hak Tanggungan merupakan bukti dari adanya hak tanggungan. Dengan tidak didaftarkannya hak tanggungan kepada Kantor Pertanahan maka hak tanggungan tidak memiliki sertifikat hak tanggungan yang didalamnya memberikan hak – hak kepada kreditur seperti sertifikat hak tanggungan dapat dijadikan barang bukti di pengadilan, dan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap.


Jaminan Hipotek


 Jaminan Hipotek

                                             
       Oleh  : Salestinus C. H. M. Putra
                                                  Dosen Pembimbing: Surajiman S,H.M.Hum



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
     Satu kreditur yang mempunyai kedudukan istemewa adalah kreditur pemegang hipotik. Hipotik diatur dalam KUH Perdata buku II Bab XII pasal 1162 sampai dengan pasal 1232. Dengan berlakunya Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok agrarian (UUPA) yang dimulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 buku II KUH Perdata telah dicabut sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik.
Hipotik itu sendiri artinya adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu.

B. Rumusan Masalah
       Dari paparan latar belakang masalah di atas tentang hipotik, penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi mengenai hipotik ini dalam bab selanjutnya.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hipotik
      Hypotheca berasal dari bahasa latin, dan hypotheek dari bahasa Belanda, yang mempunyai arti “Pembebanan”. Sedangkan Menurut Pasal 1162 B.W, hipotik adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu. Dalam buku Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan karangan Hartono Hadisoeprapto menjelaskan, bahwa hipotik adalah bentuk jaminan jaminan kredit yang timbul dari perjanjian, yaitu suatu bentuk jaminan yang adanya harus diperjanjikan terlebih dahulu.

B.     Dasar hukum Hipotik
      Hak jaminan hipotik dapat ditemukan dalam Buku II KUHPerdata Bab Kedua puluh satu Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232.

C. Sifat-Sifat Hipotik
Adapun sifat-sifat hipotik yaitu:
1.      Hipotik merupakan perjanjian yang accessoir, artinya bahwa perjanjian hipotik itu merupakan perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokoknya yaitu perjanjian pinjam mengganti (kredit), sehingga perjanjian hipotik itu tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok tersebut.
2.      Hipotik ini tidak dapat dibagi-bagi, artinya bahwa hipotik itu akan selalu melekat sebagai jaminan sampai hutang yang bersangkutan seluruhnya dilunasi oleh debitur.
3.      Hipotik bersifat zaaksgevolg (droit de suitei), artinya bahwa hak hipotik akan selalu melekat pada benda yang dijaminkan dimanapun atau pada siapapun benda tersebut berada.
4.      Hipotik mempunyai sifat lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang lainnya.

D. Objek Hipotik
Adapun benda-benda tidak bergerak milik debitur yang dapat dihipotikkan yaitu:
 1. Tanah beserta bangunan
Yang dimaksud dengan jaminan berupa tanah beserta bangunan ialah jaminan atas semua tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan berikut seperti: Bangunan rumah, bangunan pabrik, bangunan gudang, bangunan hotel, bangunan losmen dan lain sebagainya.
2. Kapal laut yang berukuran 20 misi kotor ke atas.
Dasar dari ketentuan bahwa kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 m3 isi kotor ke atas dapat dihipotikkan ialah Pasal 314 ayat 1 dan Pasal 314 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Di dalam Pasal 314 ayat 1 KUHD ditentukan bahwa:
“Kapal-kapal Indonesia yang ukurannya paling sedikit dua puluh meter kubik isi kotor dapat didaftarkan di suatu daftar kapal sesuai dengan peraturan-peraturan yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.”
Pasal 314 ayat 3 KUHD mengatakan bahwa:
“Atas kapal-kapal yang terdaftar dalam daftar kapal, kappa-kapal yang sedang dibuat dan bagian-bagian dalam kapal-kapal yang demikian itu, dapat diadakan hipotik.”

E. Subjek hukum dalam jaminan hipotik
Dari ketentuan Pasal 1168 KUHPerdata menetapkan bahwa hipotik tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa memindah tangankan benda yang dibebani. Jadi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1168 KUHPerdata, hipotik hanya dapat diletakkan/dibebankan oleh orang/mereka yang mempunyai kewenangan untuk melakukan memindahtangankan benda yang dibebani dengan jaminan hipotik, baik hal itu ditujukan terhadap debitur maupun penjamin pihak ketiga.

F. Hak dan Kewajiban yang Timbul dari Jaminan Hipotik
Hak Dan Kewajiban Antara Pemberi Dan Penerima Hipotek
       Sejak terjadinya pembebanan hipotek, maka sejak saat itulah timbul akibat bagi kedua belah pihak. Akibat hukum itu timbul hak dan kewajiban kedua belah pihak.
1. Hak pemberi hipotek:
·         Tetap menguasai bendanya;
·         Mempergunakan bendanya;
·         Melakukan tindakan penguasaan asal tidak merugikan pemegang hipotek; dan
·         Berhak menerima uang pinjaman.

2. Kewajiban pemegang hipotek:
·         Membayar pokok beserta bunga pinjaman uang dari jaminan hipotek;
·         Membayar denda atas keterlambatan melakukan pembayaran pokok pinjaman dan bunga;

3. Hak pemegang hipotek:
·         Memperoleh penggantian daripadanya untuk pelunasan piutangnya jika debitur wanprestasi;
·         Memindahkan piutangnya, karena hipotek bersifat accesoir, maka dengan berpindahnya hutang pokok maka hipotek ikut berpindah.

H. Cara Mengadakan Hipotik
Cara mengadakan hak hipotik dilakukan dengan suatu akta otentik. Hal ini diatur secara tegas dalam ketentuan Pasal 1171 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan, bahwa hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas ditunjukkanoleh undang-undang. Artinya pembebanan hipotik dilakukan dengan akta otentik yang merupakan Akta Hipotik.

I. Hapusnya Hipotik
   Hapunya hipotik disebutkan dalam ketentuan Pasal 1209 KUHPerdata. Terdapat tiga cara yang menyebabkan berakhir atau hapusnya hipotik, yang dikarenakan:
a.       Hapusnya perikatan pokok, yaitu hapusnya utang yang dijamin dengan hipotik yang bersangkutan.
b.      Pelepasan hak hipotiknya oleh kreditor Pemegang Hipotik
c.       Penetapan peringkat oleh hakim sehubungan dengan pembersihan benda yang menjadi objek hipotik.
Hipotik terhadap benda tak bergerak, khususnya terhadap tanah sudah dihapus dan diganti dengan hak tanggungan berdasarkan undang-undang No.4 tahun 1996 tentang hak tanggungan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
      Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu. Sedangkan objek Hipotik adalah tanah, bangunan dan kapal laut yang berukuran 20 misi kotor ke atas. Sifat-sifat hipotik itu sendiri ada empat yaitu accessoir, tidak dapat dibagi-bagi, zaaksgevolg dan lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang lainnya